Surat Siaran Persnya Tidak Jujur, Jawaban DP di Sidang MK β€˜LEBAY’

JAKARTA – INDONESIA

MELAYUPOST.COM-Uji Materil UU Pers No 40 tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh SPRI bersama KOWAPPI selaku Pemohon, Sedari awal hingga sekarang terus menjadi perhatian utama publik. Terkhusus bagi masyarakat pers, sebagian mereka menyimpulkan bahwa perjalanan sidang tersebut sangatlah menarik, seiring semakin terungkapnya kesan BURUK seputar sepak terjang Dewan Pers yang dianggap telah melampaui kewenangannya..

Dewan Pers usai didengar keterangan sebagai pihak tergugat di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor : 38/PUU-XIX/2021 tentang Uji materiil Pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Selasa (9/11/2021) lalu. Pihak Dewan Pers mengumumkan Pers Rilis, yang terkesan tidak jujur dan tidak terbuka serta tendensius.
Dikatakan Ketua Dewan Pengawas LSP Pers, Soegiharto Santoso, jawaban atas keterangan Dewan Pers (DP) di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait amar putusan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) DP di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) DKI ebay’ atau tidak berani jujur di hadapan MK untuk menutupi kesalahan

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan Majelis Hakim PT yang tidak diungkapkan oleh Dewan Pers pada sidang MK kemaren, juga pada siaran persnya yang dikirim ke media massa, yakni sebagai berikut :

Menimbang, bahwa tentang eksepsi, Majelis Hakim Tingkat Banding (PT) sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama (PN), bahwa eksepsi Tergugat (Dewan Pers) tersebut tidak mengenai kewenangan pengadilan serta eksepsi tergugat sudah memasuki pokok perkara, oleh karenanya eksepsi Tergugat (Dewan Pers) tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk verklaard);

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 13 Februari 2019 Nomor 235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan. Selanjutnya Majelis Hakim Tingkat Banding mengadili sendiri yang amarnya sebagaimana tersebut dibawah ini, beber Soegiharto Santoso alias Hoky sembari memperlihatkan salinan putusan sekaligus menyebutkan fakta sebenarnya dalam amar Putusan PT DKI kepada awak media.

M E N G A D I L I :

– Menerima permohonan banding dari Para Pembanding semula Para Penggugat;

– Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Jakarta Pusat tanggal 13 Februari 2019 Nomor 235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. yang dimohonkan banding tersebut;

DALAM EKSEPSI :

Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard);

DALAM POKOK PERKARA :

– Menolak gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat untuk seluruhnya;

β€œNah, inilah fakta sebenarnya terkait isi amar putusan PT DKI tersebut di atas yang telah menjadi hukum TETAP,” papar Hoky.

Eksepsi para Tergugat (Dewan Pers) yang dinyatakan tidak dapat di terima atau ditolak, sangat jelas ditegaskan. Selanjutnya, juga jelas dinyatakan bahwa Permohonan Banding para Pembanding (SPRI/PPWI) yang semula para Penggugat β€˜Diterimaβ€˜,  jelas Hoky.

β€œSelanjutnya lagi, Kata Hoky, Dewan Pers harus tau diri bahwa PT DKI dengan terang benderang β€˜MEMBATALKAN’ Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 13 Februari 2019 Nomor 235/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst itu. yang dimohonkan banding tersebut. Jadi, DP harus faham dan jangan Lebay”, jelasnya lagi.

Dikesempatan yang sama, menyoal fakta Gugatan PMH Dewan Pers tahun 2019 lalu, Dolfie Rompas, SH, MH menerangkan, β€œGugatan kami ditolak di tingkat pertama karena dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam mengadili perkara adalah bahwa apabila peraturan hukum yang dimintakan untuk diuji tersebut kewenangan pembentukannya didasarkan pada suatu peraturan perundangan, dan letak hirarkinya berada di bawah Undang-undang, maka berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (2) UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, yang berwenang memeriksa dan memutus adalah Mahkamah Agung RI, dan bukan menjadi wewenang Pengadilan Negeri.

Menurut keterangan Rompas, dalam pertimbangan Majelis Hakim disebutkan bahwa peraturan yang dibuat oleh tergugat (Dewan Pers) kewenangannya adalah diberikan oleh Undang-Undang, yakni ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

β€œPada pertimbangan lain disebutkan pula, apabila peraturan tergugat (Dewan Pers) yang dimintakan pembatalan oleh para Penggugat dalam perkara a quo adalah Peraturan Tergugat Nomor 4/Peraturan-DP/XII/2017 tentang Standar Kompetensi Wartawan (SKW), dan ternyata peraturan tersebut pembentukannya didasarkan atas peraturan perundangan Pasal 15 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, maka pemeriksaan pengujian tentang sah-tidaknya atas peraturan Dewan Pers, yang di dalamnya termasuk pengujian apakah tergugat dalam membuat peraturan tersebut melampaui batas kewenangannya atau tidak adalah menjadi wewenang Mahkamah Agung,” imbuhnya.

Atas pertimbangan diatas, terang Rompas melanjutkan, Hakim mengadili gugatan penggugat tidak dapat diterima. Dan atas dasar putusan itu, Rompas mengaku pihaknya berniat mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung RI. Namun ternyata syarat mengajukan gugatan pembatalan peraturan yang dikategorikan peraturan perundang-undangan, peraturan

tersebut harus masuk dalam lembaran negara dan lembaga yang membuat peraturan itu harus berlogo lambang garuda.

β€œBagaimana kita bisa menggugat Dewan Pers, sementara peraturan mereka tidak masuk Dalam Lembaran Negara dan logo Dewan Pers bukan Lambang Garuda,” ungkap Rompas, mempertanyakan.

Karena fakta inilah, Rompas mengatakan, pihak penggugat memilih mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ke PT DKI Jakarta dan Hakim menerima permohonan banding Penggugat.

Pada saat penggugat mengajukan banding ke PT DKI Jakarta, Rompas menjelaskan, pihaknya menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa peraturan Dewan Pers bukan merupakan perintah Undang-undang karena tidak masuk pada Lembaran Negara.

Selain itu, menurut Rompas, dalam eksepsi yang disampaikan tergugat (Dewan Pers) pada tingkat pertama, tergugat justru mengakui sendiri bahwa kebijakan Uji Kompetensi Wartawan tidak mengikat dan wartawan yang belum mengikuti UKW tetap menjadi wartawan.

β€œSedangkan fakta prakteknya sangarlah bertolak belakang, semua wartawan diwajibkan harus ikut UKW dan kalau tidak ikut UKW maka akses meliput menjadi dibatasi dengan edaran Dewan Pers ke seluruh Pemerintah Daerah,” ujar Rompas.

Menutup pernyataan pers yang disampaikannya, Rompas meminta pihak Dewan Pers dapat menghormati keputusan banding PT DKI Jakarta yang sudah MEMBATALKAN putusan PN Jakata Pusat, sehingga peraturan Dewan Pers jangan lagi diklaim sebagai perintah Undang-Undang karena pertimbangan Majelis Hakim di tingkat PN tersebut sudah dibatalkan oleh Majelis Hakim pada tingkat PT DKI Jakarta.

β€œJadi tidaklah benar kami menebar hoax seperti yang dituduhkan, karena faktanya pertimbangan Majelis Hakim tingkat PN yang menyatakan peraturan Dewan Pers pembentukannya didasarkan atas peraturan perundangan, sudah tidak bisa dijadikan acuan karena sudah dibatalkan oleh PT DKI Jakarta,” sebut Dolfie Rompas, SH, MH, menerangkan.

Sebagai CATATAN, Dewan PERS tidak usah malu. Jika hukum sudah berbicara, mau apalagi bukan? Tunjukan saja sportifitas dalam dunia profesionalis profesi, sehingga kita dapat berjalan sesuai koridor dengan baik ke depan.

Mungkin ada benarnya juga status β€œBatal” tersebut. Tentunya ada kebenaran yang tersirat dibalik itu. Bisa saja ini jalan yang dibuat TUHAN untuk mengetuk hati manusia yang angkuh kepada manusia lainnya. **

Tinggalkan Balasan